:::***SELAMAT DATANG DI TANJUNG MUNING BLOG'S***:::design by: jumadi wal'ajro/soviet TANJUNG MUNING BLOG'S: Hantu banyu ( DUGOK )Videos .quickedit { display:none; }

clik keran uang mengalir

Adsense Indonesia

Jumat, 21 Oktober 2011

Hantu banyu ( DUGOK )Videos

 Hantu banyu Videos



Sumatera Selatan merupakan wilayah yang banyak dialiri sungai-sungai. Setidaknya ada sembilan sungai besar yang mengalir di propinsi ini, sehingga gelar lain propinsi ini adalah Negeri Batanghari Sembilan. Batanghari dalam bahasa melayu Palembang diartikan sebagai sungai besar. Ada banyak hikayat atau cerita yang berkembang di masyarakat yang mengiringi keberadaan sungai-sungai tersebut yaitu legenda Antu Ayek yang dalam bahasa Indonesia berarti Hantu Air.

Konon kabarnya, dahulu kala hiduplah seorang gadis dari keluarga sederhana bernama Juani. Juani merupakan gadis kampung yang elok rupawan, berkulit kuning langsat dan rambut panjangnya yang hitam lebat. Keelokan rupa Gadis Juani sudah begitu terkenal di kalangan masyarakat. Sehingga wajar kiranya jika banyak bujang yang berharap bisa duduk bersanding dengannya. Namun apalah daya, Gadis Juani belum mau menentukan pilihan hati kepada satu bujang pun di kampungnya. Hingga, pada suatu masa, bapak Gadis Juani terpaksa menerima pinangan dari Bujang Juandan, karena terjerat hutang dengan keluarga Bujang Juandan. Bujang Juandan adalah pemuda dari keluarga kaya raya, namun yang menjadi masalah adalah Bujang Juandan bukanlah pemuda tampan. Bahkan tidak sekadar kurang tampan, Bujang Juandan pun menderita penyakit kulit di sekujur tubuhnya, sehingga ia pun dikenal sebagai Bujang Kurap.

Mendengar kabar itu, Gadis Juani pun bersedih hati. Ia hendak menolak namun tak kuasa karena kasihan kepada bapaknya. Berhari-hari ia menangisi nasibnya yang begitu malang. Namun apa hendak dikata, pesta pernikahan pun sudah mulai dipersiapkan. Orang sekampung ikut sibuk menyiapkan upacara perkawinan Gadis Juani dan Bujang Juandan. Akhirnya malam perkawinan itu pun tiba, Gadis Juani yang cantik dipakaikan aesan penganten yang begitu anggun menunggu di kamar tidurnya sambil berurai air mata.

Ketika orang serumah turun menyambut kedatangan arak-arakan rombongan Bujang Juandan, hati Gadis Juani semakin hancur. Di tengah kekalutan pikiran, ia pun mengambil keputusan, dengan berurai air mata ia keluar lewat pintu belakang dan berlari menuju sungai. Akhirnya dengan berurai air mata Gadis Juani pun mengakhiri hidupnya dengan terjun ke sungai. Kematiannya yang penuh derita menjadikannya arwah penunggu sungai yang dikenal sebagai Antu Ayek yang sering mencari korban anak-anak.
 

  • Hampir separuh abad lalu, Sungai Enim adalah sungai kehidupan. Ia tidak hanya menjadi sumber perikehidupan masyarakat Kute Tanjung Ayeh Hening Darussalam tetapi juga telah menjadi bagian kepercayaan kultur Kute Tanjung Ayeh Hening Darussalam. Lihatlah hampir semua komunitas masyarakat berada di tepi Sungai Enim. Mulai dari hulu hingga ke hilir. Bahkan, konon kabarnya, pendatang pertama yang menginjakkan kaki ke bumi Kute Tanjung Ayeh Hening Darussalam memanfaatkan Sungai Enim sebagai sarana transportasi. Masih jelas kita lihat dari beberapa foto yang diunggah di sebuah situs milik sebuah museum di Negeri Sang Ratu Wilhelmina yang menunjukkan pentingnya Sungai Enim.

    Sejak fajar menyingsing hingga matahari kembali ke peraduannya, Sungai Enim adalah tempat masyarakat Kute Tanjung Ayeh Hening Darussalam menggantungkan segala aktifitas kesehariannya. Di situ pula lahir berbagai kisah. Mulai dari keyakinan religius, mitos hingga legenda tak berkesudahan. Salah satu di antaranya yang tak mungkin dilupakan oleh masyarakat Kute Tanjung Ayeh Hening darussalam adalah legenda "Gajah Mino". Mahluk yang konon menyerupai seekor gajah ini sering menampakkan diri, menyembul keluar dari dalam sungai, dan menyemburkan air dari belalainya bak ikan paus yang sedang bernafas. Kemunculannya tak dapat diduga-duga. Di mana ia berhabitat pun tak seorang pun yang tahu. Jika ia sedang “berkunjung” pun, orang yang berada di tepian sungai tak menunjukkan rasa takut. Mereka menanggapinya biasa saja. Semua berlangsung alamiah. Mungkin ini yang sekarang disebut dengan “genuine local”.

    Merunut pada sejumlah catatan di berbagai kebudayaan di Nusantara. Istilah "Gajah Mino" diperkirakan berasal dari pelafalan “gajamina”. Dalam mitologi Hindu, ada makhluk yang berwujud ikan berkepala gajah, seperti yang sering dilukiskan dan dipahatkan dalam candi-candi di Indonesia, khususnya di Bali dan Jawa. Orang Bali menyebutnya gajahmina, yang secara harfiah berarti "ikan gajah" atau “Makara”. Kadangkala Makara dilukiskan sebagai makhluk berwujud separuh kambing dan separuh ikan seperti simbol Kaprikornus dalam zodiak. Dalam kitab-kitab suci umat Hindu, Makara adalah makhluk yang menjadi kendaraan Dewa Baruna dan Dewi Gangga. Makara digunakan pula sebagai lambang Universitas Indonesia.

    Gajah Mino sering menampakkan diri di sekitar sungai yang dalam dan beraliran tenang. Sepanjang Sungai Enim, terdapat sejumlah titik yang menjadi favorit penampakkan sang Gajah Mino. Di antaranya adalah Pangkalan Umbak Iyak di Desa Darmo, Pusaran Keramat di Desa Karang Asam, Pusaran Dinding Nangis di Pandak Sakti, Pusaran Tenang di Desa Lingga, Pusaran Besak di Desa Karang Raja hingga kawasan Sungai Lengi di Gunung Megang.

    Waktu berlalu. Debit Sungai Enim pun tak sederas dulu lagi. Sejumlah aktifitas manusia di sekitar Kute Tanjung Ayeh Hening Darussalam telah mendegradasi kualitas air Sungai Enim. Sang Gajah Mino kini entah pergi ke mana. Tak tahu di mana rimbanya. Semua seperti lenyap ditelan bumi. Jika Gajah Mino pun tak sudi lagi dengan Sungai Enim yang makin merana, bagaimana dengan kita dan anak cucu kita di masa depan nanti. Haruskah kita kehilangan Sungai Enim yang telah menghidupi Kute Tanjung Ayeh Hening Darussalam selama ini?
  • Tidak ada komentar:

    Posting Komentar